Belakangan ini media diramaikan dengan pemberitaan mengenai persekusi, salah satunya yang dialami Fiera Lovita, dokter asal Solok, Sumatera Barat dan seorang pemuda berusia 15 tahun berinisial PMA, warga Cipinang Muara, Jakarta Timur.
Tapi apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan persekusi itu sendiri?
Persekusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas Gan.
Pada kedua kasus yang baru-baru ini terjadi, persekusi dimulai dari media sosial yang menjadi alat sekelompok orang untuk memobilisasi massa dalam upaya untuk mengintimidasi pihak tertentu yang dianggap telah membuat status di media sosial yang menyinggung kelompok ataupun tokoh tertentu.
Dalam kasus Fiera, ia didatangi kelompok ormas yang memintanya membuat surat pernyataan permintaan maaf setelah statusnya di media sosial dianggap menghina dan menyudutkan. Tak sampai ditu, setelah mem-posting permintaan maaf, Fiera masih terus mendapatkan teror. Foto-fotonya tersebar di media sosial dengan komentar provokatif dan tidak senonoh. Rumahnya sering didatangi oleh orang-orang tak dikenal dan minta bertemu. Kejadian ini memberi dampak pada kehidupan dan pekerjaan hingga membuat Fiera memutuskan meninggalkan kota Solok karena intimidasi tersebut.
Kasus berikutnya yang dialami seorang bocah di Cipinang, Jakarta Timur berinisial PMA juga serupa Gan. Dituduh telah mengolok salah satu ormas berserta pimpinannya melalui postingan media sosialnya, bocah ini mendapatkan intimidasi oleh sekelompok orang. Video persekusi yang dilakukan sekelompok orang terhadapnya bahkan beredar luas di media sosial. Dalam video tersebut terlihat bagaimana PMA tampak mendapatkan kekerasan verbal dan fisik.
Itu hanya sebagian kecil dari kasus persekusi yang terjadi di Indonesia Gan. Sejak Desember 2016 hingga Mei 2017, Koalisi Anti Persekusi mencatat ada 59 korban persekusi atau perburuan disertasi intimidasi karena berbeda pendapat di media sosial.
Bolehkah persekusi semacam ini dilakukan? Itu hanya sebagian kecil dari kasus persekusi yang terjadi di Indonesia Gan. Sejak Desember 2016 hingga Mei 2017, Koalisi Anti Persekusi mencatat ada 59 korban persekusi atau perburuan disertasi intimidasi karena berbeda pendapat di media sosial.
Tindakan persekusi yang belakangan terjadi tentulah tak boleh dilakukan karena ente justru seperti main hakim sendiri. Yang ada dengan melakukan persekusi, Agan justru bisa dinilai melanggar hukum. Misalnya aja nih Gan, jika melakukan bentuk persekusi dengan ancaman, penganiayaan hingga pengeroyokan maka pelaku atau kelompok yang melakukan persekusi dapat dikenakan pasal-pasal dalam KUHP seperti pengancaman pasal 368, penganiayaan 351, pengeroyokan 170 dan masih banyak lagi.
Lagian nih Gan, jika memang postingan seseorang di media sosial terbukti mencemarkan nama baik orang tertentu kan ada Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang bisa dikenakan. Selain itu jika postingan seseorang di media sosial dapat menyebabkan rasa permusuhan dan kebencian yang mengandung unsur SARA juga kan udah ada pasal 28 ayat 2 UU ITE yang juga bisa dikenakan.
Tuh, udah ada hukum yang berlaku Gan. Karena itu jika menemukan suatu postingan di Medsos daripada langsung melakukan tindakan persekusi sendiri, masyarakat justru diminta melapor ke polisi untuk dilakukan tindakan preventif maupun penegakan hukum.
Tuh, udah ada hukum yang berlaku Gan. Karena itu jika menemukan suatu postingan di Medsos daripada langsung melakukan tindakan persekusi sendiri, masyarakat justru diminta melapor ke polisi untuk dilakukan tindakan preventif maupun penegakan hukum.
Hindari persekusi dengan cara ini
Untuk menghindari aksi persekusi semacam ini, kita-kita para pengguna media sosial juga harus lebih bijak lagi Gan. Sebelum memposting sesuatu di media sosial jangan lupa untuk mempertimbangkan 3 hal ini.
Untuk menghindari aksi persekusi semacam ini, kita-kita para pengguna media sosial juga harus lebih bijak lagi Gan. Sebelum memposting sesuatu di media sosial jangan lupa untuk mempertimbangkan 3 hal ini.
- Bayangkan mengucapkannya langsung
Sebelum mengunggah suatu pernyataan, komentar, berita atau meme, bayangkan Agan menyodorkan semua itu langsung di hadapan orang yang dituju. Bayangkan apakah saat itu Agan benar-benar bisa menyampaikannya atau justru merasa ragu karena takut menyinggung perasaan. Bila keraguan yang timbul, sudah tentu hal tersebut tidak perlu diunggah karena mungkin saja akan menyinggung orang tertentu. - Pikirkan manfaatnya
Jika merasa bahwa pernyataan, komentar, berita atau meme yang akan diunggah itu tidak akan menyinggung orang lain, pikirkan dulu soal manfaatnya. Apakah hal yang ingin disebarkan itu bermanfaat untuk orang lain atau ternyata tidak ada gunanya. - Cek fakta, cari informasi bandingan
Hal yang lebih penting, sebelum bicara di media sosial, Agan harus lebih dulu memahami fakta dan mengolah informasi tersebut.Ada banyak alat yang bisa dipakai untuk mencari tahu dan membandingkan informasi yang ente miliki. Bisa saja menggunakan Google atau media lain. Namun intinya, pernyataan atau hal yang akan diunggah ke media sosial itu jangan sampai hanya merupakan kabar bohong (hoax).
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Persekusi membuka hotline Crisis Center terkait maraknya aksi Persekusi yang belakangan terjadi. Siapa pun yang menjadi korban persekusi dapat meminta perlindungan atau bantuan hukum melalui nomor 081286938292 atau email ke antipersekusi@gmail.com
Komentar